Jumat, 17 September 2010

apakah islam teroris...???

PEMBAKARAN AL-QUR’AN JADI JUGA DILAKUKAN

Liputan 6 - Jumat, 17 September

Liputan6.com, Springfiled: Pembakaran Alquran yang sebelumnya akan dilakukan oleh pendeta dari Florida Terry Jones, pada peringatan tragedi 11 September, urung dilaksanakan karena mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Namun ternyata oleh pendeta Bob Old dan Danny Allen. Mereka membakar Alquran di halaman belakang sebuah rumah di Springfileld, Amerika Serikat, Sabtu (11/9) silam. Bob Old dan rekannya Danny Allen berdiri bersama di halaman belakang rumah tua. Mereka menyebut tindakan itu sebagai panggilan dari Tuhan. Mereka membakar dua salinan Quran dan satu teks Islam lainnya di depan segelintir orang, yang sebagian besar dari media. Seperti dilansir Detroit News, ternyata pembakaran Alquran juga terjadi di Michigan. Sebuah Alquran dibakar di depan pusat ajaran Islam di kota tersebut. Ryanne Nason, seorang cendekiawan Amerika Serikat, seperti dilansir sebuah koran lokal Mainecampus, Kamis (15/9), menyebut bahwa pembakaran yang dilakukan oleh sejumlah orang sangat menyedihkan dan memalukan. Di AS, negara yang dibentuk pada keyakinan kebebasan beragama, setiap orang diberikan hak untuk mempraktikkan agama yang mereka yakini, seperti Yudaisme, Islam, Kristen, atau tidak menganut agama sama sekali. Dengan membakar Alquran atau kitab suci agama lain, bayangan seluruh bangsa lain membuat AS adalah negara tanpa kelas dan tidak etis. Sungguh ironis bahwa Terry Jones atau Bob Old merasa memiliki perlindungan berdasarkan amandemen pertama untuk membakar kitab suci agama lain yang ia tidak percaya. Padahal semua muslim di AS dilindungi oleh undang-undang konstitusional yang sama. Hal ini akan memeberikan cela pada reputasi Amerika. Menurut Ryanne, orang beragama menggunakan moral yang kuat dan nilai-nilai, namun sekarang orang mendiskreditkan keyakinan mereka karena bersifat menghakimi dan intoleransi. Salah satu dari banyak alasan mengapa kita memiliki pasukan di Irak dan Afghanistan adalah untuk melawan penindasan dan penganiayaan agama terhadap penduduk negara di negara tersebut. Namun, saat ini ternyata warga negara Amerika sendiri yang melecehkan agama lain. Di Chicago, Mohammed Kaiseruddin, Dewan Direksi Pusat Ajaran Islam memberikan gambaran terhadap pembakaran Alquran yang sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dianutnya. Ia mengatakan kepada Huffington Post hari ini, "Kami merasa seperti kita sudah menjadi korban. Ketika kami memegang Alquran, kami memperlakukannya dengan sangat hormat. Kami tidak pernah menaruh salinan Alquran di lantai. Sejak kecil, kami selalu mengingatkan anak-anak untuk menghormati kitab suci ini. Kami juga mengajarkan kepada mereka ketika selesai membaca Alquran, mereka menutup dan menciumnya, lalu menyimpannya". (Huffington Post/Mainecampus/Detroitnews/DES/IAN)

VERSI LAIN PERISTIWA BEKASI

YANG TAK PERNAH KITA BACA DI MEDIA

Sumber: KOMPASIANA http://hukum.kompasiana.com/2010/09/17/klarifikasi-fpi-bekasi-raya-atas-insiden-hkbp/

Klarifikasi FPI Bekasi Raya Atas Insiden HKBP 17 September 2010 | 08:51. Dua puluh tahun, umat Islam Bekasi telah menunjukkan KETINGGIAN SIKAP TOLERANSI dan KEBESARAN JIWA terhadap Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dengan membiarkan jemaatnya melakukan kebaktian setiap Ahad di rumah tinggal seorang warga perumahan Mustika Jaya - Ciketing - Bekasi.Dua puluh tahun, umat Islam Bekasi tidak pernah keberatan, apalagi usil dan mengganggu ibadah Jemaat HKBP di tempat tersebut. Dua puluh tahun, umat Islam Bekasi tetap tidak protes dengan adanya Jemaat HKBP yang datang dari luar perumahan, bahkan luar Bekasi, ke tempat tersebut. Namun, setelah dua puluh tahun, seiring dengan makin banyaknya Jemaat HKBP yang datang ke tempat tersebut dari berbagai daerah, maka Jemaat HKBP mulai tidak terkendali. Bahkan Jemaat HKBP mulai arogan, tidak ramah lingkungan, tidak menghargai warga sekitar yang mayoritas muslim, seenaknya menutup jalan perumahan untuk setiap kegiatan mereka, bertingkah bak penguasa, merusak tatanan kehidupan bertetangga, menciptakan berbagai problem sosial dan hukum. Puncaknya, HKBP ingin menjadikan rumah tinggal tersebut sebagai GEREJA LIAR. Setelah dua puluh tahun, umat Islam Bekasi, khususnya warga perumahan Mustika Jaya - Ciketing, mulai gerah dan merasa terganggu dengan pola tingkah Jemaat HKBP yang semakin hari semakin arogan, bahkan nekat memanipulasi perizinan warga sekitar untuk GEREJA LIAR mereka. Sekali pun kesal, kecewa dan marah, umat Islam Bekasi tetap patuh hukum dan taat undang-undang. GEREJA LIAR HKBP di Ciketing diprotes dan digugat melalui koridor hukum yang sah, sehingga akhirnya GEREJA LIAR tersebut disegel oleh Pemkot Bekasi. Tapi HKBP tetap ngotot dengan GEREJA LIAR nya, bahkan solusi yang diberikan Pemkot Bekasi untuk dipindahkan ke tempat lain secara sah dan legal pun ditolak. HKBP menebar FITNAH bahwa umat Islam Bekasi melarang mereka beribadah dan mengganggu rumah ibadah mereka. Lalu secara demonstratif jemaat HKBP setiap Ahad keliling melakukan KONVOI RITUAL LIAR dengan berjalan kaki, dari GEREJA LIAR yang telah disegel ke lapangan terbuka dalam perumahan di depan batang hidung warga muslim Ciketing, dengan menyanyikan lagu-lagu gereja, tanpa mempedulikan perasaan dan kehormatan warga muslim disana. Akhirnya, terjadi insiden bentrokan antara HKBP dengan warga muslim Ciketing pada Ahad 8 Agustus 2010, tiga hari sebelum Ramadhan 1431 H. Dalam insiden tersebut, dua pendeta HKBP sempat mengeluarkan PISTOL dan menembakkannya. Selanjutnya, tatkala umat Islam Bekasi masih dalam suasana Idul Fithri, pada Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 September 2010 M, Pendeta dan Jemaat HKBP kembali melakukan provokasi dengan menggelar KONVOI RITUAL LIAR sebagaimana yang dulu sering mereka lakukan. Kali ini terjadi insiden bentrokan antara 200 orang HKBP dengan 9 IKHWAN WARGA BEKASI yang berpapasan saat konvoi. Peristiwa tersebut DIDRAMATISIR oleh HKBP sebagai penghadangan dan penusukan pendeta. Media pun memelintir berita peristiwa tersebut, sehingga terjadi PENYESATAN OPINI. Akhirnya, banyak anggota masyarakat menjadi KORBAN MEDIA, termasuk Presiden sekali pun. Peristiwa Bekasi Ahad 3 Syawwal 1431 H / 12 Sept 2010 M, BUKAN perencanaan tapi insiden, BUKAN penghadangan tapi perkelahian, BUKAN penusukan tapi tertusuk, karena 9 warga Bekasi yang dituduh sebagai pelaku adalah IKHWAN yang sedang lewat berpapasan dengan KONVOI RITUAL LIAR yang dilakukan 200 HKBP bersama beberapa pendetanya di lingkungan perkampungan warga muslim Ciketing. Lalu terjadi perkelahian, saling pukul, saling serang, saling tusuk dan saling terluka. Pendeta dan jemaat HKBP yang dirawat di Rumah Sakit dibesuk pejabat tinggi, mendapat perhatian khusus Presiden dan Menteri, namun siapa peduli dengan warga Bekasi yang juga terluka dan dirawat di Rumah Sakit ? Bahkan salah seorang dari 9 warga Bekasi tersebut, justru ditangkap saat sedang dirawat di sebuah Rumah Sakit akibat luka sabetan senjata tajam HKBP. Mari gunakan LOGIKA SEHAT : Jika peristiwa tersebut PERENCANAAN, mana mungkin 9 ikhwan melakukannya secara terang-terangan dengan busana muslim dan identitas terbuka ! Jika peristiwa tersebut PENGHADANGAN, mana mungkin 9 orang menghadang 200 orang, apa tidak sebaliknya ?! Jika peristiwa tersebut PENUSUKAN, mana mungkin 9 ikhwan lebam-lebam, luka, patah tangan, bahkan ada yang tertusuk juga ! Soal PENON-AKTIFAN Ketua FPI Bekasi Raya oleh DPP-FPI bukan karena salah, tapi untuk melancarkan roda organisasi FPI Bekasi Raya yang teramat BERAT tantangannya, sekaligus meringankan beban tugas sang Ketua yang sedang menghadapi UJIAN BERAT dalam menghadapi tuduhan dan proses hukum. Jadi, putusan tersebut sudah tepat, dan merupakan langkah brillian dari DPP mau pun DPW FPI Bekasi. Langkah tersebut bukan saja cerdas, tapi menjadi bukti TRADISI FPI yang berani, tegas dan bertanggung-jawab. Ketua FPI Bekasi Raya, baru disebut-sebut namanya saja oleh pihak kepolisian, sudah dengan gagah langsung serahkan diiri ke Polda Metro Jaya secara sukarela didampingi DPP-FPI untuk diperiksa. Dan siap menjalani proses hukum bila dinilai bertanggung-jawab dalam insiden Bekasi, walau pun beliau tidak ada di lokasi kejadian. Kenapa Para Pendeta HKBP yang jadi PROVOKATOR dan PENGACAU tidak diperiksa? Kenapa kegiatan HKBP setiap Ahad di Ciketing yang menggelar KONVOI RITUAL LIAR keliling perumahan warga muslim dengan lagu2 Gereja secara demonstratif dibiarkan ?Kenapa dua pendeta yang bawa PISTOL & menembakannya ke warga pada insiden 8 Agustus 2010 tidak ditangkap ?Kenapa dua jemaat HKBP, Purba & Sinaga, yang bawa PISAU saat insiden 12 September 2010 sudah ditangkap lalu dilepas kembali ?Kenapa jemaat HKBP yang memukul dan menusuk 9 ikhwan warga Bekasi tidak ditangkap ?Kenapa Presiden dan Para Menteri serta pejabat dan sederetan Tokoh Nasional memberikan simpatik kepada PENGACAU sambil menyalahkan warga muslim Bekasi ?Kenapa banyak pihak senang mengambil kesimpulan dan keputusan hanya berdasarkan OPINI dan ISSUE media ? Keadilan harus ditegakkan ! Hukum tidak pilih kasih ! Jika 9 Ikhwan warga Bekasi sudah ditahan karena dituduh terlibat langsung dalam perkelahian tersebut, dan Ketua FPI Bekasi Raya pun sudah ditahan karena dituduh terlibat secara tidak langsung, maka mereka yang terlibat langsung mau pun tidak langsung dari kelompok HKBP harus ditahan juga ! (Kiriman dari Suara Hati SUARA Yahoo! Groups Links)

Sabtu, 29 Mei 2010

loloan yang lengkap.....

Kesenian Suku Bangsa Loloan di Bali

Kesenian Suku Bangsa Loloan di Bali

I Made Sumerta

Abstrak

Kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Satu hal yang penting dalam kesenian, khususnya kesenian tradisional adalah mengandung sifat-sifat atau ciri-ciri yang khas. Salah satu ciri khasnya adalah ia bukan merupakan hasil kreativitas individu melainkan tercipta secara anonim bersama dengan sifat kolektivitas masyarakat yang mendukungnya. Di Bali banyak kesenian tradisional yang masih hidup dan berkembang sampai saat ini. Kesenian tersebut tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Di antara sekian banyak kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di Bali, salah satu di antaranya adalah kesenian tradisional Suku Bangsa Loloan yang terdapat di Kabupaten Jembrana. Keberadaan kesenian ini perlu diungkap agar dapat diketahui oleh masyarakat luas.

Kata Kunci : Kesenian Tradisional.


A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan dan negara multikultral yang memiliki beraneka ragam suku bangsa dan beranekaragam seni budaya. Masing-masing suku bangsa memiliki kebudayaan daerah yang menjadi ciri khasnya. Melalui proses yang cukup panjang, suku-suku bangsa yang tersebar diseluruh pelosok negeri ini melahirkan seni budaya atau kesenian yang berbeda-beda yang diikat oleh nilai-nilai budaya yang dimiliki serta berlaku di daerah masing-masing. Puncak-puncak kebudayaan tersebut kemudian menjadi kekayaan kebudayaan nusantara. Dalam bukunya Koentjaraningrat (1984) disebutkan bahwa fungsi kebudayaan nasional adalah meliputi : (1) sebagai suatu sistem gagasan dan pelambang yang memberi identitas kepada masyarakat warga negara Indonesia; (2) sebagai suatu sistem gagasan dan pelambang yang dapat dipakai oleh semua warga negara Indonesia yang Bhineka, untuk saling berkomunikasi sehingga akan dapat memperkuat solidaritas.
Kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan termasuk di dalamnya kesenian, mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi (Umar Kayam, 1981). Pada dasarnya kesenian adalah buah budi manusia dalam menyertakan nilai-nilai keindahan, keluhuran lewat berbagai media cabagng seni (Wardana, 1990). Di antara unsur-unsur kebudayaan, kesenian adalah yang paling menonjol dalam memberikan kesan serentak mengenai ciri khas, tata nilai serta selera suatu bangsa memiliki kebudayaan yang bersangkutan (Sedyawati, 1993).
Kesenian tradisional mengandung sifat-sifat maupun ciri-ciri yang khas, yaitu : pertama, ia memiliki jangkauan yang terbatas pada lingkungan kultur yang menunjangnya; kedua, ia merupakan pencerminan dari satu kultur yang berkembang sangat perlahan mengikuti dinamika perkembangan masyarakat penunjangnya yang juga perlahan; ketiga, ia merupakan bagian dari satu ”kosmos” kehidupan yang bulat yang tidak terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi; keempat, ia bukan merupakan hasil kreativitas individu-individu tetapi tercipta secara anonim bersama dengan sifat kolektivitas masyarakat yang mendukungnya. Seni tradisional itu bersamaan dengan bergesernya masyarakat tradisional akan mulai keluar sepotong-sepotong menurut permintaan suasana yang oleh para pengamat seni sebagai proses lahirnya seni komersial (Sedyawati, 1991).
Sebagai bagian dari kebudayaan, kesenian pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu: seni rupa, seni pertunjukan dan seni rekam (cinematografi). Seni pertunjukan adalah seni yang ekspresinya dilakukan dengan dipertunjukkan. Seni pertunjukkan bergerak dalam dimensi ruang dan waktu sehingga merupakan seni sesaat yang tidak awet dan hilang setelah pertunjukan. Seni pertunjukan meliputi : seni musik, seni tari, seni drama, seni pencak silat dan resitasi sastra (Bandem, 1991).
Jembrana dengan Ibu Kota Negara berada di bagian barat pulau Bali, merupakan salah satu kabupaten di Bali yang pada zaman dulu banyak didatangi oleh pendatang yang pada mulanya berprofesi sebagai pedagang baik lintas pulau maupun lintas negara. Di samping itu yang patut diketahui bahwa Kabupaten Jembrana merupakan pintu masuk bagi penduduk pendatang yang ingin mengadu keberuntungan di Bali lewat pelabuhan yang ada di Gilimanuk. Namun belakangan ini berkat arus globalisasi dan perkembangan zaman yang demikian pesat banyak suku-suku lain dari daerah lain di Indonesia datang dan bertempat tinggal di daerah tersebut khususnya di Negara. Masyarakat Jembrana dengan suku bangsa Loloan khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Negara memiliki kesenian tradisional yang khas dan bahkan hampir punah, sekarang telah dibangkitkan untuk menunjukkan identitas daerah tersebut. Kesenian-kesenian tersebut sampai saat ini masih tetap eksis di kalangan masyarakatnya terutama pada saat pelaksanaan upacara tradisional yang berupa upacara daur hidup.
Kebiasaan-kebiasaan pada suatu masyarakat telah memberi peluang kepada setiap masyarakat untuk mengembangkan tradisinya tanpa meninggalkan nilai yang mendasari bentuk-bentuk kegiatan yang dimiliki suatu masyarakat. Oleh karena itu perkembangan kebudayaan suatu masyarakat, bagaimanapun bentuknya, terlebih-lebih yang berupa kesenian, akan selalu mengingat pola yang telah diwariskan oleh pendahulunya. Dengan kata lain bentuk kesenian yang berkembang disesuaikan dengan tatanan nilai yang dijunjung oleh masyarakat pendukungnya. Perlu disadari bahwa dengan perkembangan tatanan nilai tersebut, sampai sekarang kita dapat menyaksikan jenis kesenian yang ada di masyarakat khususnya pada masyarakat yang dijadikan sampel penelitian. Adapun kesenian yang dimaksud adalah Kesenian Suku Bangsa Loloan, yang kaya akan nilai-nilai yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat pendukungnya.
Suku Bangsa Loloan adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Kabupaten Jembrana yang berada di wilayah Kecamatan Negara. Suku Bangsa Loloan mendiami dua wilayah kelurahan yaitu Kelurahan Loloan Barat dana Kelurahan Loloan Timur. Masyarakat Loloan memiliki berbagai budaya yang menjadi ciri khasnya. Salah satu budaya yang dimiliki adalah di bidang kesenian tradisional yang masih diwarisi sampai saat ini dan bahkan semakin diminati oleh masyarakatnya yang lebih populer disebut dengan seni budaya Loloan. Seni budaya Loloan belakangan ini mulai ditumbuh kembangkan oleh generasi penerusnya. Para generasi muda membentuk group-group baru dengan pelatih-pelatih yang sudah ada mulai diaktifkan lagi.
Dengan begitu perhatian masyarakat pendukung kesenian Loloan cukup besar. Untuk dapat tumbuh dengan eksis diperlukan pengetahuan tentang kesenian tradisional terutama mengenai jenis, fungsi serta maknanya bagi masyarakat. Dengan adanya pengetahuan tentang kesenian tradisional, generasi muda dan masyarakat diharapkan dapat lebih memahami budaya daerahnya maupun budaya daerah lain. Pengetahuan serta pemahaman yang baik akan dapat menumbuhkan rasa memiliki yang relatif besar sehingga dapat membangkitkan semangat serta keinginan untuk melestarikan kesenian tradisional

Lokasi dan Lingkungan Alam.
Kampung Loloan yang dipisahkan sungai Ijogading sejak Jembrana menjadi kabupaten pada tahun 1952, terbagi menjadi dua wilayah administratif yaitu Kelurahan Loloan Barat dan Kelurahan Loloan Timur. Kedua wilayah tersebut merupakan bagian wilayah Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana.
Kelurahan Loloan Timur berlokasi kurang lebih 96 km dari kota Denpasar ke arah barat dan kurang lebih 1 km diebelah selatan kota Negara. Lokasi ini relatif mudah dicapai karena sarana angkutan cukup mudah diperoleh ditambah dengan kondisi jalan yang cukup baik. Jalan utama menuju desa merupakan jalan aspal, dan jalan yang menghubungkan pemukiman penduduk sebagian besar terbuat dari beton. Untuk menghubungkan Kelurahan Loloan Barat dengan Kelurahan Loloan Timur dibangun jembatan di Sungai Ijogading, sehingga mempermudah penduduk kedua kelurahan tersebut untuk saling berkunjung.
Kelurhan Loloan Timur dibagi menjadi tiga Lingkungan yaitu: Lingkungan Ketugtug, Lingkungan Loloan Timur dan Lingkungan Mertasari. Kelurahan Loloan Timur beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim dengan kecepatan angin rata-rata 17-20 knot. Topografi Kelurahan Loloan Timur merupakan dataran rendah yang sebagian besar tanahnya berpasir karena letaknya di pinggir pantai.
Kondisi pemukiman penduduk umumnya relatif baik, karena sebagian besar berupa permukiman permanen dengan dinding tembok atau semen dngan atap terbuat dari genteng atau seng dan lantai terbuat dari tegel atau keramik. Namun demikian ada juga rumah-rumah semi permanen dengan dinding sebagian terbuat dari tembok dan sebagiannya kayu. Sedangkan mengenai pola permukiman peduduk di Kelurahan Loloan bersifat linier, teratur dan berderet di sepanjang jalan desa.

Sistem Kekerabatan
Latar belakang sejarah perkembangan Kelurahan Loloan Timur menunjukkan bahwa pada awalnya penduduk desa berasal dari suku Melayu, Bugis dan Arab yang selanjutnya diikuti penduduk pendatang dari Jawa dan Madura. Pada saat ini penduduk desa yang merupakan keturunan pendiri Loloan dan para pendatang muslim lainnya terbentuk menjadi satu suku bangsa di Bali yang dinamakan suku bangsa Loloan. Kehidupan sehari-hari suku Loloan mempergunakan bahasa yang dikenal sebagai bahasa Melayu Loloan yang terkenal dengan dialek kampong, yang mirip dengan dialek bahasa Melayu di Malaysia. Sampai sekarang bahasa ini bahkan telah dipergunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari oleh penduduk pendatang yang bermukim di Loloan.
Penduduk Loloan memiliki sistem kekerabatan bilateral yaitu garis keturunan menurut ayah dan ibu. Dengan demikian seorang anak adalah anak dari ayah dan ibunya dan mereka mempunyai hubungan kekerabatan dari pihak ibu maupun pihak ayah. Mengenai adat menetap setelah mereka menikah adalah bersifat uxorilokal yaitu boleh memilih menetap dilingkungan kerabat suami atau isteri. Namun pada umumnya setelah menikah mereka pada awalnya untuk sementar waktu tinggal di lingkungan kerabat isteri. Di samping itu ada pula adat menetap neolokal yaitu mendirikan rumah di tempat yang baru, terpisah dari orang tuanya. Pernikahan yang mereka harapkan adalah pernikahan di antara saudara sepupu.
Pelapisan sosial dalam masyarakat kelurahan Loloan Timur didasarkan atas keturunan, kedudukan dan senioritas. Pelapisan sosial berdasarkan keturunan adalah antara golongaan penduduk keturunan asli Melayu Islam dianggap sebagai golongan yang lebih tinggi kedudukannya daripada golongan pendudukyang bukan keturunan Melayu Islam. Pelapisan sosial berdasarkan kedudukan adalah penempatan kaum ulama dan haji yang dianggap sebagai golongan yang lebih tinggi dan paling menonjol dalam kehidupan agama, adat, terutama dalam pelaksanaan upacara. Sedangkan pelapisan sosial berdasarkan senioritas, umumnya didasarkan pada usia namun tidak terlepas pula dengan pelapian sosial yang berdasarkan keturunan dan kedudukan. Adanya pelapisan sosial tersebut tampak dalam berkomunikasi dengan penggunaan tingkatan bahasa dan sopan santun pergaulan.

Sekilas Sejarah Loloan
Asal usul kata Loloan bermula pada saat Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry menyusuri sungai Ijogading. Beliau sangat terkesan dengan pemandangan di sekitar sungai yang berkelok-kelok dan mengingatkan pada kampung halamannya. Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry berteriak-teriak sambil memberikan komando kepada para pengikutnya dalam bahasa Kalimantan ”liloan-liloan”yang artinya berbelokan atau sungai yang berbelok-belok. Kata ”liloan” yang artinya berbelokan kemudianberubah menjadi ”Loloan” yang artinya berkelok-kelok. Menurut Zaidah Mustapa (1978) menyebutkan bahwa kata Loloan berasal dari kata ”loloh” (Bahasa Bali) yang artinya obat-obatan atau jamu. Hal ini didasarkan pada keahlian yang dimiliki oleh Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry beserta pengikutnya yang terkenal dengan obat-obatannya yang mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit, sehingga relatif banyak orang-orang Bali yang mengkonsumsi obat-obatan atau ”loloh” buatannya.
Pada tahun 1800, Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry bersama pengikutnya mulai mendirikan permukiman yang berupa rumah-rumah panggung. Kemudian pada tahun 1804 membangun benteng pertahanan laskar muslim yang diberi nama Benteng Fatimah yang letaknya di Loloan Timur. Mereka merubah kapal-kapal perang menjadi kapal niaga, yang kemudian melakukan perniagaan sampai ke Singapura dan dataran Melayu. Setahun sebelumnya yaitu tahun 1803 Raja Jembrana yang bernama Anaka Agung Putu Seloka disertai para pembesar kerajaan dan Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry meresmika enam buah desa yaitu : 1). Desa Baler Agung, Banjar Tengah, Lelateng, Mertasari sebagai desa administratif masyarakat Hindu, 2) Desa Loloan Barat dan Loloan Timur sebagai desa administratif masyarakat Muslim yang sekarang menjadi Kelurahan. Di samping meresmikan desa-desa tersebut juga diresmikan satu kota yang pada mulanya menjadi ibu kota dari keenam desa tersebut yaitu Kota Negara, yang pada awalnya diberi nama Puri Agung Negari (Damanhuri, 1993).
Selanjutnya pada saat Jembrana berada di bawah kekuasaan Badung (tahun 1805 – 1808) Raja Badung mempercayakan nahkoda Pattini seorang suku Bugis sebagai Syahbandar di Loloan yang berkewajiban membayar pajak kepada raja. Pelabuhan Loloan pada saat itu sangat menguntungkan Kerajaan Badung karena letaknya yang strategis yaitu mudah dijangkau dari pelabuhan Kuta dan Tuban bagi kapal-kapal pedagang yang berlayar ke arah barat. Raja Jembrana Anak Agung Putu Seloka digantikan putranya yang bernama Anak Agung Putu Ngurah yang merupakan raja keempat di Jembrana yang memerintah dari tahun 1842 – 1855. Pada saat pemerintahan Anak Agung Putu Ngurah diangkat seorang punggawa dan perbekel. Punggawa I Gusti Made Pasekan ditugakan sebagai pengayom rakyat Hindu, berkedudukan di Jero Pasekan Jembrana dan Perbekel Mustika ditugaskan sebagai pengayom rakyat muslim yang berkedudukandi Loloan Timur.
Pada tahun 1856 Jembrana sudah di bawah pengawasan Kolonial Belanda. Politik pecah belah Belanda menybabkan terjadinya perpecahan di kalangan pembesar kerajaan dan rakyat. Pada saat itu trdapat dua kelompok yaitu kelompok yang memihak kepada Raja Putu Ngurah dan kelompok yang memihak kepada I Gusti Made Pasekan termasuk di dalamnya warga mulim yang dipimpin Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry. Akibatnya terjadilah perang saudara yang kemudian dimenangkan oleh Punggawa I Gusti Made Pasekan, dan kemudian I Gusti Made Pasekan menjadi raja ke-5 yang memerintah tahun 1855 – 1866. Pada saat itu relatif banyak kemajuan yang diperoleh rakyat muslim. Pada tahun 1857 Komisaris Belanda memerintahkan rakyat Jembrana membangun jalan yang menghubungkan desa Loloan Timur dngan desa Dauh Waru Jembrana, yang menyebabkan Benteng Fatimah tergusur.
Pada akhir abad ke-19 di Loloan didirikan sebuah masjid yang diberi nama Masjid Baitul Qodim. Di dalam masjid tersebut terdapat sebuah prasasti berangka tahun 1268 H (1883 Masehi), yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan Prasasti Loloan. Dalam prasasti dituliskan tentang seorang yang bernama Yakub telah mewakafkan sebuah Al Quran dan sebvidang tanah untuk pembangunan Mesjid di Loloan Jembrana.
Pada masa akhir Kerajaan Jembrana diperintah Anak Agung Made Jelun sebagai raja ke-7 yang memerintah Jembrana dari tahun 1928 – 1952. Setelah raja ke-7 mengundurkan diri tahun 1952, Jembrana berubah status menjadi sebuah kabupaten yang dipimpin oleh seorang Bupati yang bernama Ida Bagus Doster. Kampung Loloan yang dipisahkan sungai Ijogading dibagi menjadi dua wilayah administratif yaitu Kelurahan Loloan Barat dan Kelurahan Loloan Timur, yang masih eksis sampai saat ini.

B. KESENIAN SUKU BANGSA LOLOAN
Dalam tulisan ini akan menyajikan tentang seni budaya Loloan yang terdapat di Kelurahan Loloan Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana Propinsi Bali. Sebagai perbandingannya disinggung pula sepintas tentang kesenian yang sangat menonjol yang merupakan kesenian unggulan Kabupaten Jembrana yaitu kesenian Jegog.
Kesenian atau seni budaya Loloan yang akan dibahas dalam tulisan ini ada dua macam kesenian yang masih hidup dan berkembang saat ini walaupun tidak begitu pesat adalah kesenian Rebana dan Silat Bugis. Segala bentuk pandangan masyarakat Bugis terhadap lingkungannya baik itu terhadap hukum dan politik, struktur kelas dan lembaga, dan sumber-sumber sosial, akan masuk ke dalam jiwa masing-masing individu maupun kelompok dari masyarakat Bugis itu sendiri, yang kemudian berusaha untuk mewujudkannya dalam super struktur dengan menggunakan salah satu proses simbolisnya yaitu kesenian. Dengan demikian dalam kesenian akan nampak situasi dan kondisi yang melatarbelakangi kehidupan seniman itu sendiri, serta bagaimana penggunaan dan fungsi kesenian tergantung pada hukum dan politik yang berlaku, selain berfungsi tetap dalam bidang keagamaan. Adapun jenis kesenian suku bangsa Loloan, yaitu :

1. Seni Rebana.
Mengutip penjelasan dari beberapa informan yang berada di Kelurahan Loloan Timur ditambah dengan beberapa sumber baik berupa skripsi maupun buku-buku tentang Loloan, dapat dikemukakan bahwa salah satu bentuk ekspresi seni yang mula-mula muncul di Loloan adalah kesenian Burdah dengan zanji dan zikir. Kesenian ini dimainkan dengan dua buah rebana yang bergaris tengah setengah depa. Syair-syair zikirnya dan berzanjinya dinyanyikan oleh delapan sampai sepuluh orang dalam suatu perkumpulan. Kesenian ini dipertunjukkan pada saat salah seorang istri penduduk hamil tua yang dalam arti menyambut kelahiran seorang bayi. Selain itu juga diadakan pada perayaan Maulud Nabi dengan maksud untuk memperkenalkan silsilah serta hikayat Nabi-nabi terdahulu. Seni Burdah ini kemudian berkembang seiring dengan semakin beragamnya suku bangsa atau etnik yang ada di Loloan yang kemudian dikenal dengan sebutan seni adrah yang masih menggunakan kendang rebana sebagai unsur utamanya.
Pertunjukkan seni adrah mempunyai tema dan isi cerita yang mengambil dari kejayaan Islam pada zaman Khalif Harun Al-Rasyid. Para pemain dari kesenian adrah ini semuanya hanya laki-laki saja. Dalam pertunjukkan kesenian rebana dinyanyikan lagu-lagu dengan syair-syair untuk mengagungkan nama Allah. Dalam syair itu ada yang disebut dengan ”mesair”, yang dimaksudkan untuk menambah iman Islam pada bayi yang akan dilahirkan. Ada juga yang disebut dengan ”mekayat” yang isinya mengisahkan pahlawan-pahlawan Islam pada masa keemasannya. Syair-syair ini dikumandangkan dengan maksud agar bayi yang dilahirkan memiliki sifat-sifat pahlawan, soleh, arif dan bijaksana bila bayinya laki-laki dan memiliki sifat yang rajin, slehah serta beriman apabila bayinya perempuan.
Upacara keagamaan yang menggunakan seni rebana dalam prosesi upacaranya adalah upacara ngelenggang dan untuk acara sunatan atau kawinan hukumnya adalah sunnah sesuai dengan sholawat dalam acara kawinan atau sunatan, karena syair-syair yang dikumandangkan adalah sholawat.

2. Kesenian Silat Bugis.
Kesenian silat Bugis yang dikenal juga dengan sebutan silat sumping dalam pementasannya juga tidak terlepas dari seni adrah itu sendiri. Dlam kesenian Silat Bugis menggambarkan tentang hulubalang-hulubalang dan pasukan-pasukan dari masyarakat Bugis yang pada masa kerjaan sangat terkenal ketangguhannya. Simbol-simbol yang ditampilkan tidak hanya berpegang pada bentuk gerakannya, tetapi juga jalan cerita yang dipentaskan, yaitu untuk mengenang ketangguhang pasukan kerajaan Jembrana yang berintikan pasukan dari masyarakat Bugis.
Pementasan dengan mengambil alur cerita zaman kerajaan Jembrana dimaksudkan untuk mengingat kembali sifat-sifat dari para pendekar Bugis, agar dapat diadopsi oleh generasi muda sekarang seperti memupuk rasa saling menghargai tanpa memandang perbedaan, saling bahu-membahu dalam upaya untuk mengusir para penjajah dari kerjaan lain yang ingin menguasai Jembrana pada masa lalu. Sikap, saling menghargai dan bahu-membahu sangat penting untuk senantiasa menjaga kerukunan dan kebersamaan antara nyama Bali dengan Nyama Selam di Jembrana.
Memahami keadaan masa lalu tidak hanya bersifat nostalgia tetapi diharapkan dapat memahami bahwa persahabatan yang terjadi tidak hanya sekedar untuk berteman tetapi juga didasari oleh sikap saling menghargai dan saling membantu tanpa memandang perbedaan. Seperti telah ditulis di atas, selain kedua jenis kesenian tersebut akan disinggung pula sepintas tentang kesenian yang sedang berkembang yaitu kesenian Jegog. Kesenian Jegog adalah kesenian khas dari kabupaten Jembrana yang sampai saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Jenis kesenian ini sangat membudaya di kalangan masyarakat Jembrana, karena penggemarnya yang paling dominan, di samping karena dipakai sebagai kesenian unggulan di tingkat kabupaten yang dipentaskan hampir di setiap ada acara-acara penting, baik berupa penyambutan tamu di tingkat kabupaten maupun acara di tingkat propinsi. Acara di tingkat propinsi yang setiap tahunnya menampilkan kesenian Jegog ini adalah pada saat Pesta Kesenian Bali.

C. FUNGSI DAN MAKNA KESENIAN SUKU BANGSA LOLOAN

Fungsi Kesenian Loloan.
Fungsi adalah guna atau manfaat yang diberikan oleh sesuatu bagi sesuatu, orang atau masyarakat penggunanya. Kata fungsi selalu menunjukkan pengaruh sesuatu terhadap sesuatu yang lain. Apa yang dinamakan fungsional tidak berdiri sendiri. Justru dalam hubungan tertentu, sesuatu itu memperoleh arti dan maknanya. Dengan demikian pemikiran fungsional selalu menyangkut hubungan, pertautan atau relasi (Peursen, 1988:85).
Kesenian tradisional mengandung sifat-sifat atau ciri-ciri yang khas, pertama, ia memiliki jangkauan yang terbatas pada lingkungan kultur yang menunjangnya; kedua, ia merupakan pencerminan dari satu kultur yang berkembang sangat perlahan, karena dinamik dari masyarakat yang menunjangnya memang demikian; ketiga, ia merupakan bagian dari satu ”kosmos” kehidupan yang bulat yang tidak terbagi-bagi dalam pengotakan spesialisasi; keempat, ia bukan merupakan hasil kreativitas individu-individu tetapi tercipta secara anonim bersama dengan sifat kolektivitas masyarakat yang menunjangnya. Seni tradisional itu bersamaan dengan bergesernya masyarakat tradisional akan mulai keluar sepotong-sepotong menurut permintaan suasana yang oleh para pengamat seni sebagai proses lahirnya seni komersial.
Menurut Bastomi Suwaji (1992), fungsi seni yaitu (1) seni sakral yang berfungsi untuk kepentingan keagamaan atau kepercayaan untuk menambah kenikmatan batin pelakunya; (2) seni sekuler yang berhubugan dengan kebutuhan duniawi seperti untuk pandangan, penerangan, komunikasi, pendidikan apresiasi rekreasi maupun terapi. Seni yang berfungsi sebagai sarana upacara merupakan fungsinya yang tertua. Sering terjadi beberapa fungsi hadir secara bersamaan atau terjadi tumpang tindih.
Fungsi seni dalam memenuhi kebutuhan manusia bermacam-macam, seni dapat menjadi sarana bagi komunikasi dengan kekuatan adi-kodrati, dapat merupakan sarana ekspresi dan sublimasi bagi manusia untuk menyatakan tanggapan dan tafsirannya terhadap alam dunia dan kehidupan. Dapat menjadi sarana katarsis untuk melepaskan desakan energi maupun nafsu dengan cara yang terkendali, pada golongan masyarakat tertentu juga dapat dikembangkan dan dipelihara secara khusus sebagai atribut bagi masyarakat tertentu (Sedyawati, 1994).
Pada dasarnya kesenian yang hidup dan didukung oleh masyarakat disekitarnya adalah kesenian yang dapat menyesuaikan diri dengan zamannya. Dalam proses penyesuaian itulah kesenian yang bersangkutan menjadi berubah bentuknya, berbeda nilainya dan bergeser fungsinya. Seiring dengan perubahan sosial masyarakat, kesenian pun mengalami perbahan dan pergeseran. Biasanya proses perubahan dan pergeseran sebuah kesenian masih mempertimbangkan nilai-nilai estetiknya, namun seberapa jauh nilai-nilai estetiknya dapat dipertahankan ketika harus menghadapi dunia industri yang menjadikan kesenian sebagai salah satu komoditinya yang biasanya dimenangkan oleh pihak pemilik modal. Dengan adanya korelasi antara jenis kesenian dengan zamannya di mana dan kapan kesenian itu hidup maka besar kemungkinan bahwa sebuah kesenian merupakan cerminan dari suatu ekspresi estetik dari budaya, sosial, dan religi kehidupan masyarakat (Herjaka, 2002).
Dalam tulisan ini fungsi kesenian Suku Bangsa Loloan meliputi fungsi religius, fungsi spiritual, fungsi estetis atau keindahan, fungsi sosial, fungsi edukatif atau pendidikan dan fungsi ekonomi.

1. Fungsi Religius.
Fungsi religius adalah fungsi yang berhubungan dengan keagamaan. Menurut Bastomi Suwaji (1992) mengemukakan bahwa salah satu fungsi seni sakral yang berfungsi untuk kepentingan keagamaan atau kepercayaan adalah untuk menambah kenikmatan batin pelakunya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Edi Sedyawati dan Alan P Marriam. Menurut penjelasan dari beberapa tokoh masyarakat Loloan mengatakan bahwa seni budaya (kesenian) Suku Bangsa Loloan juga dianggap memiliki kekuatan magis serta memiliki fungsi ritual dalam proses penciptaannya maupun pementasannya. Pementasan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kapan dan bilamana seni budaya tersebut dilakukan atau dipentaskan.

2. Fungsi Spiritual.
Spiritual dalam tulisan ini adalah semangat. Mengutip pendapatnya Soedarsono (1992) bahwasanya bunyi terompet, drum, gong dan sebagainya dapat merupakan isyarat militer guna membangkitkan semangat tempur pasukan di medan laga. Selama beberapa abad terompet dan gendang dibunyikan untuk menandai kehadiran raja atau bangsawan di suatu tempat. Beberapa kebudayaan tertentu alat musik dianggap memiliki kekuatan magis serta dijadikan status sosial pemiliknya.
Kesenian atau yang sering disebut seni budaya Loloan keberadaannya sekarang tidak seperti pada saat seni budaya tersebut muncul, dengan kata lain sekarang telah mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan perubahan sosial masyarakatnya, yang sudah tentu sangat dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang ada seperti sekarang ini. Seni budaya yang ada sekarang sudah menyesuaikan dengan perkembangan masyarakatnya. Pada dasarnya kesenian yang hidup dan didukung oleh masyarakat disekitarnya adalah kesenian (seni budaya) yang dapat menyesuaikan diri dengan zamannya. Dalam proses penyesuaian itulah seni budaya yang bersangkutan menjadi berubah bentuknya, mengalami pergeseran nilai dan fungsi. Sejalan dengan perubahan sosial masyarakat, kesenian atau seni budaya mengalami perubahan dan pergeseran.


3. Fungsi Estetis.
Fungsi estetis sering disebut dengan fungsi keindahan. Keindahan dalam jiwa dapat menimbulkan rasa senang, puas, aman, nyaman dan bahagia dan apabila perasaan itu sangat kuat akan menyebabkan kita merasa terpaku, terharu, terpesona, serta menimbulkan keinginan untuk mengalami kembali perasaan itu walaupun sederhana akan dinikmati berkali-kali (Hamalik, dalam Prawitasari, 2005).
Apapun jenis dan golongannya, kesenian merupakan suatu pranata untuk memenuhi salah satu kebutuhan hidup manusiawi yaitu kebutuhan akan rasa indah. Menurut Edi Sedyawati (1995) keanekaan definisi keindahan berada pada kisaran antara yang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan panca indra semata hingga yang melibatkan parameter rasa (pencerahan oleh hati dan budi) serta konsep-konsep simbolik yang dirumuskan dengan tegas.
Adanya keindahan yang lebih bersifat individual dan semata-mata tergantung pada pencerahan pengamat sebuah seni atau pertunjukkan. Jika suatu benda dianggap memiliki nilai indah atau estetis hal itu diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh suatu pengalaman estetis sebagai tanggapan terhadap benda itu (Arnalis, 2004).
Menurut Djelantik (1990), nilai estetis adalah kemampuan dari suatu benda untuk dapat menimbulkan pengalaman estetis bagi orang yang mengamati benda itu, semakin besar benda atau karya seni seseorang menimbulkan tanggapan estetis pada seseorang menjadi semakin tinggi nilai estetis atau karya seni tersebut.
Kesenian (seni budaya) timbul pada dasarnya merupakan bagian terpenting dari pengalaman hidup manusia dalam mencari dan mengagumi keindahan dan juga untuk menentukan jati dirinya. Dengan demikian penciptaan suatu kesenian/seni budaya pada dasarnya memiliki fungsi masing-masing dari kesenian tersebut. Apabila seni budaya itu merupakan alat-alat, masing-masing alat tersebut memiliki fungsi-fungsi tersendiri. Apabila peralatan seni budaya itu ada yang berupa gendang baik besar maupun kecil, sudah tentu gendang itu memiliki fungsi tersendiri. Selain itu apabila suatu kesenian muncul dengan penggunaan ragam tubuh manusia baik berupa tangan, kaki maupun mulut juga memiliki fungsi estetik tersendiri. Sebagai contoh tangan maupun gerakan kaki yang dipakai pada saat pertunjukan silat Bugis yang dipertunjukan pada suatu upacara tertentu pada masyarakat Loloan dapat menimbulkan keindahan dalam melengkapi alat musik yang lain. Kaki biasanya berupa hentakan kaki yang dilakukan secara teratur dengan hitungan tertentu pula dapat menimbulkan bunyi yang sangat menarik sehingga menimbulkan rasa keindahan atau estetis. Demikian juga seterusnya, masing-masing peralatan yang dipakai pada pertunjukan seni budaya Loloan memiliki fungsi tersendiri yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan suara yang merdu, enak didengar sehingga dapat dikatakan memiliki nilai keindahan/estetis.

4. Fungsi Sosial.
Kesenian/seni budaya merupakan ekspresi kebudayaan manusia yang timbul karena proses sosial budaya. Selanjutnya kesenian/seni budaya yang di dalamnya terdapat beragam peralatan musiknya disebutkan sebagai alat komunikasi, menyelenggarakan keserasian, norma-norma masyarakat, pengukuhan institusi sosial, kontibusi dari kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, dan kontribusi dari integrasi masyarakat (Marriam, 1964).
Eksistensi kesenian memiliki peranan yang sangat penting dalam segenap aktivitas yang berhubungan dengan kehidupan sosial dalam masyarakat baik dalam anggota kelompok kesenian/seni budaya maupun dengan masyarakat luar. Kuatnya hubungan antar individu, nilai solidaritas dalam kelompok maupun luar kelompok. Hal ini juga terjadi di lingkungan kelompok seni budaya Loloan. Dalam kelompok seni budaya Loloan seperti Rebana dan silat Bugis terdapat hubungan atau ikatan yang relatif kuat di antara anggotanya. Dengan demikian terbentuklah kerukunan, kekompakan, kebersamaan dan rasa saling memiliki terhadap seni budaya tersebut. Di sisi lain juga terjadi proses saling tolong menolong di antara sesama anggota kelompok seni budaya itu.
Pengembangan seni budaya tradisional masyarakat di Kelurahan Loloan khususnya dan Kabupaten Jembrana umumnya telah melakukan terobosan-terobosan untuk tetap menjaga agar seni budaya Loloan yang mereka miliki tetap eksis dan bahkan berkembang, sehingga menjadi seni budaya yang dikenal oleh masyarakat luar dan bahkan di kenal oleh bangsa lain.

5. Fungsi Pendidikan.
Fungsi pendidikan (edukatif) adalah fungsi yang dapat memberi pelajaran atau pesan yang mendidik kepada pemain atau penonton. Menurut Gie (1996), fungsi pendidikan sebagai salah satu fungsi yang dapat menjangkau beberapa hal seperti: ketrampilan, kreativitas, emosionalitas dan sensibilitas. Dengan demikian pamain / pelaku seni budaya atau penonton / penikmat dapat mengambil hikmah dari keikutsertaannya sebagai pemain dan setelah pelaksanaan selesai penonton yang termasuk di dalamnya generasi muda tidak akan lupa dengan apa yang dilihatnya.
Sejarah perkembangan kesenian menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu seni merupakan salah satu media penting untuk pendidikan informal bagi masyarakat. Ekspresi dalam aktivitas musikal memiliki dimensi kultural karena di dalamnya terdapat nilai-nilai atau ketentuan yang harus ditaati. Pementasan suatu kesenian / seni budaya secara bersama dalam suatu kelompok kesenian akan menggambarkan dimensi sosial, karena pada kenyataanya mereka berhubungan satu dengan yang lain secara verbal dan kadangkala muncul dimensi politik yang ditunjukkan oleh adanya seseorang sebagai pemimpin dalam setiap penampilannya berfungsi untuk menjaga keharmonisan, kekompakan dan keindahan irama sehingga dapat melatih jiwa kepemimpinan seseorang. Demikian pula halnya dalam seni budaya Loloan selalu ada seorang sebagai pemimpin atau yang memberi komando untuk memulai dan mementaskan seni budaya tersebut.



6. Fungsi Ekonomi.
Fungsi ekonomi adalah fungsi yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi misalnya mendapatkan sumber pendapatan pelakunya/pemainnya maupun penyelenggara acaranya. Untuk masa sekarang setiap usaha yang dilakukan manusia pada dasarnya memiliki fungsi ekonomi, baik yang dilakukan secara perorangan maupun secara berkelompok. Demikian pula halnya dengan seni budaya Loloan yang berupa Kesenian Rebana dan Silat Bugis memiliki fungsi ekonomi.
Hal ini memungkinkan karena segala seni budaya yang bersifat tradisional sekarang sedang digali, dilestarikan dan dikembangkan dan bahkan disosialisasikan untuk dapat diketahui oleh dunia luar. Dengan begitu seni budaya yang bersifat tradisional seperti seni budaya Loloan akan dicari oleh para pencinta seni budaya baik lokal, nasional maupun internasional. Untuk dapat dinikmati oleh masyarakat luar, suatu seni budaya perlu dikemas sedemikian rupa sehingga menarik. Daya tarik yang tinggi sudah tentu akan mendatangkan wisatawan, baik domestik maupun wisatawan mancanegara. Dengan demikian pada akhirnya seni budaya tersebut akan mendatangkan hasil (in come) baik bagi penari/pelaku seni budaya, masyarakat pendukung maupun wilayah yang mengayomi seni budaya. Dengan demikian pada gilirannya akan mendatangkan devisa bagi negara.

Makna Kesenian Bagi Suku Bangsa Loloan.
Nilai atau makna biasanya dianggap sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan atau secara lebih khusus berhubungan dengan dunia simbolik dalam kebudayaan. Dunia simbolik merupakan dunia yang menjadi tempat diproduksi dan disimpan muatan mental dan muatan kognitif baik berupa makna dan simbol maupun nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam suatu kebudayaan (Kleden dalam Kalam, 1996). Nilai atau makna biasanya diangap sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan atau secara lebih khusus berhubungan dengan dunia simbolik dalam kebudayaan. Dunia simbolik merupakan dunia yang menjadi tempat diproduksi dan disimpan muatan mental dan muatan kognitif baik berupa makna dan simbol maupun nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam suatu kebudayaan (Kleden dalam Kalam, 1996).
Kesenian pada dasarnya memiliki 4 (empat) cabang seni dengan media ungkap atau ekspresi yang berbeda-beda yaitu : seni rupa, seni musik, seni drama atau teater dan seni tari. Keempat cabang seni tersebut merupakan hasil cipta rasa dan karsa manusia yang sarat akan nilai-nilai keindahan atau estetika dan nilai moral atau etika (Wardana, 1990). Di antara semua unsur kebudayaan, kesenian adalah yang paling menonjol dalam memberikan kesan serentak mengenai ciri khas, tata nilai serta selera suatu bangsa yang memiliki kebudayaan yang bersangkutan (Sedyawati, 1993). Di samping itu perkembangan dan berlangsungan sebuah kesenian tidak bisa terlepas dari suatu nilai budaya dalam masyarakat. Nilai budaya terdiri dari konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian warga masyarakat dan itu berkaitan dengan hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam kehidupan. Oleh karena itu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman manusia untuk menentukan kelakuannya. Sistem-sistem kelakuan manusia lain yang tingkatannya lebih konkret seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma semuanya berpedoman kepada sistem nilai budaya itu (Koentjaraningrat, 1974).

1. Makna Estetis.
Keindahan karya dan berkarya menjadi tidak terpisahkan karena makna dan peranannya pada kejadian, bukan pembekuannya sebagai sosok atau rupa bentuk (Wiryomartono, 2001). Indah dalam jiwa kita dapat menimbulkan rasa senang, puas, aman, nyaman dan bahagia dan apabila perasaan itu sangat kuat kita merasa terpaku, terharu, terpesona serta menimbulkan keinginan untuk mengalami kembali perasaan itu walaupun sederhana akan dinikmati berkali-kali (Hamalik, 2001).
Musik adalah rasa indah yang terkandung dalam diri seseorang atau sekelompok orang yang diungkapkan melalui karya dalam perwujudan kombinasi nada-nada atau bunyi yang mengandung irama atau ritme, harmoni serta mempunyai bentuk ruang dan waktu yang pada akhirnya dapat menggugah rasa indah yang terkandung dalam diri seseorang atau sekelompok orang yang menikmati karya tersebut terutama dalam aspek emosional (Kartawan, 2003). Sedangkan estetika dalam pertunjukkan tari meliputi 1) kondisi penari; 2) gerakan tubuh; 3) tatarias; 4) busana atau koetum; 5) musik; 6) tempat pertunjukkan dan 7) harmoni (Priyanto, 2002). Dalam kesenian suku bangsa Loloan, yang merupakan gabungan atau terpadunya gerak dan musik akan terlihat relatif lengkap keindahannya, karena ditampilkan keharmonisan antara gerakan dan musik yang mengiringi, terlebih lagi apabila dilengkapi adanya pantun atau lagu-lagu pengiringnya.
Selain keindahan dari penyajian musik dan tariannya tidak dapat dilepaskan pula keindahan dari penampilan pakaian yang dikenakan karena pakaian akan memberikan daya tarik tersendiri dalam penampilan keseluruhannya. Demikian juga dengan tata rias pemain juga sudah lebih diperhatikan, hal ini sesuai dengan pendapat bahwa kesenian timbul dam merupakan bagian terpenting dari pengalaman hidup manusia dalam mencari dan mengagumi keindahan.

2. Makna Simbolis.
Menurut Cassier (1987), seluruh kemajuan kebudayaan manusia didasari oleh pemikiran simbolis yang merupakan ciri yang betul-betul khas manusiawi. Simbol adalah penyatuan dua hal menjadi satu sedangkan simbolisasi adalah subjek menyatukan dua hal menjadi satu. Kesenian merupakan ekspresi perasaan dan pikiran manusia yang sekaligus mencerminkan perilaku kehidupan masyarakat yang dituangkan dengan perantaraan simbol-simbol ke dalam suatu karya seni. Bagi manusia berkarya berarti menciptakan nilai-nilai. Oleh karena itu suatu benda atau karya seni diciptakan bukanlah sebagai benda fungsional semata melainkan sebagai suatu karya yang mempunyai isi untuk mengekspresikan nilai-nilai tertentu dalam mengungkapkan suatu makna kehidupan manusia atau masyarakat pendukungnya (Suriadiredja dalam Astra dkk, 2003). Dalam pertunjukkan seni budaya Loloan sebelum acara dimulai biasanya dilakukan upacara kecil atau doa-doa menurut tradisi disana yang bertujuan untuk memohon restu supaya acara dapat terlaksana tanpa gangguan. Upacara tersebut berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan masyarakat, namun tujuan utamanya sama.

3. Makna Integratif.
Lagu-lagu atau pantun yang diucapkan pada penampilan seni budaya Loloan saat ini telah digubah pantun-pantun yang mengandung nilai-nilai kesatuan dan persatuan bangsa yang mencerminkan keeratan, kekompakan, kebersamaan yang dipupuk di antara sesama anggota kelompok kesenian atau sekeha khususnya dan kepada seluruh masyarakat umumnya. Dewasa ini perhatian dan minat terhadap kesenian suku bangsa Loloan bukan hanya pada masyarakat di Kelurahan Loloan saja tetapi telah berintegrasi dengan suku lain yang telah hidup dan menetap di Kabupaten Jembrana.

D. PENUTUP
Kelurahan Loloan khususnya Loloan Timur adalah salah satu desa yang berstatus Kelurahan yang terdapat di Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana Propinsi Bali. Kelurahan Loloan Timur letaknya tidak jauh dari Ibu Kota Negara, yang menuju arah selatan. Kelurahan Loloan khususnya Loloan Timur memiliki seni budaya Loloan yang masih eksis dan tetap dipertahankan oleh masyarakatnya sampai sekarang.
Penduduk yang tinggal di Kelurahan Loloan adalah kelompok masyarakat suku bangsa Loloan. Oleh karenanya lebih sering disebut masyarakat Loloan. Bentuk kehidupan masyarakat Kelurahan Loloan adalah bentuk komunal. Hubungan antara individu dengan kelompok, antar kelompok dengan individu sangat erat karena terikat oleh rasa kekeluargaan yang mendalam. Dalam kehidupannya tidak mementingkan kepentingannya malah sebaliknya bersedia saling tolong-menolong demi kesejahteraan bersama.
Masyarakat Loloan di Kabupaten Jembrana umumnya dan di Kelurahan Loloan Timur khususnya memiliki kesenian atau lebih sering disebut dengan seni budaya Loloan, yang konon merupakan warisan dari nenek moyang mereka. Kesenian/seni budaya yang terdapat di Kelurahan Loloan adalah seni budaya Rebana dan Silat Bugis. Kedua seni budaya ini masih tetap dipertahankan dan bahkan sering dipertunjukkan pada suatu upacara tertentu dan kahir-akhir ini khususnya di Kelurahan Loloan Timur ada upaya dari generasi mudanya untuk lebih mempopulerkan kesenian/seni budaya tersebut, agar diketahui oleh dunia luar. Usaha yang dilakukan telah membentuk kelompok-kelompok kesenian tersebut lengkap dengan struktur kepengurusannya. Namun demikian, mereka masih terbentur dengan masalah pendanaan untuk bisa tampil di even-event yang lebih besar seperti di Propinsi maupun di luar Propinsi. Untuk tingkat dusun / desa mereka tetap eksis. Masing-masing kesenian Loloan memiliki kekhasan tersendiri. Pada mulanya kesenian Loloan adalah kesenian yang sangat sederhana karena dalam pertunjukkannya tidak terikat oleh tata busana. Busana yang dikenakan cukup sederhana dan kadang-kadang tidak seragam. Masing-masing kesenian tersebut dipertunjukkan pada saat pesta adat, upacara adat maupun saat penyambutan tamu.
Fungsi kesenian Loloan meliputi fungsi religius, spiritual, estetis atau keindahan, sosial, pendidikan dan fungsi ekonomi. Fungsi religius adalah fungsi kesenian tersebut ditampilkan pada saat upacara-upacara adat yang sering disebut dengan pesta adat. Pada saat pesta adat, tarian / kesenian ini dipertunjukkan untuk para roh nenek moyang mereka dengan maksud agar mereka diberi perlindungan dalam kehidupannya. Fungsi spiritual adalah fungsi yang berkaitan dengan pemacu semangat untuk dapat bekerja dan berusaha lebih giat agar mendapat kehidupan yang lebih baik dan meningkat dari sebelumnya. Fungsi estetis atau keindahan adalah pertunjukan suatu kesenian diharapkan dapat memberikan rasa nyaman, rasa senang serta keindahan dalam jiwa seseorang. Fungsi sosial kesenian adalah kesenian itu dapat dipakai sebagai sarana berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Jadi terjadi kontak-kontak sosial di dalamnya. Sedangkan fungsi pendidikan (edikatif) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah melalui kegiatan suatu kesenian kita mendapatkan pelajaran-pelajaran baru yang sebelumnya tidak dimiliki. Fungsi ekonomi adalah pementasan suatu kesenian diharapkan mendapatkan hasil untuk kesejahteraan bersama terutama bagi para pemainnya.
Makna dari kesenian Loloan meliputi makna estetis, simbolis dan integratif. Makna estetis dalam kesneian suku bangsa Loloan adalah terpadunya antara gerak tari, lantunan pantun-pantun yang dilagukan oleh para pemain terdengar apik dan enak didengar sehingga dapat memuaskan bathin. Untuk tetap eksisnya kesenian Lamaholot para generasi muda Loloan diharapkan bersatu merapatkan barisan untuk tetap menjaga keberadaan kesenian Loloan yang diyakini sebagai warisan nenek moyangnya. Perhatian dari pihak pemerintah maupun swasta untuk turut mendukung pelestarian kesenian suku bangsa Loloan sangat diharapkan. Kelompok-kelompok kesenian Loloan yang sudah ada diharapkan tetap diberdayakan agar tetap eksis, profesional sehingga tetap dapat bertahan dalam tekanan arus globalisasi.

Rabu, 28 April 2010

KEBESARAN ISLAM

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Qs.5 Maa'idah:97. Allah telah menjadikan Ka'bah, rumah suci itu sebagai pusat bagi manusia.

Astronout Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari Planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah.

Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, dia berkata : “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ???”

Para Astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada masalah tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.

Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus.

Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.

Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.

Itulah sebabnya kenapa jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.

Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.

Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) “

Radiasi dari Ka'bah ini tak dapat diketahui tanpa pesawat antariksa abad 20, membuktikan jika Qur'an ialah berasal dari ALLAH, & bukti Qur'an mukjizat sepanjang masa. Kerana banyak ayat yang baru dapat dibuktikan oleh peralatan terakhir, zaman terakhir.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. QS. 4 An-Nisaa':82

Jadi,,, 1 lagi BUKTI,,, Islam TERBUKTI BENAR!

puisi - puisi loloan

Ikranagara:
MASKUMAMBANG ROCK CREEK-JOGADING

Aku merasa iri kepada sungai di DC
airnya mengalir dari hulu ke hilir mulai lancar kembali
di musim pohon-pohon di tepian menghijau rimbun kembali
di sepanjang Rock Creek
Alamiah, airmataku tak selancar dulu lagi di usia tuaku ini

Aku merasa iri kepada sungai
airnya mengalir dari hulu ke hilir mulai lancar kembali
di musim pohon-pohon di tepian menghijau rimbun kembali
di sepanjang Rock Creek
Aku malah harus memberikan beberapa tetes airmata
agar mataku yang tua usia ini tetap sehat
sesuai resep Bu Dokter
beberapa kali seharinya harus kupatuhi

Tapi aku memang sedang bersedih
Bukan karena iri kepada singai yang lancar kembali airnya
Bukan pula karena daun-daun pepohonan merimbun kembali
Kesedihanku
sedang mengalir
selancar air mengalir
di Rock Creek itulah

Orang-orang di Washington DC dan sekitar menyebutnya Rock Creek
Aku memberinama Sungai Jogading nama sungai di kota kelahiranku di Bali
Tempat aku dan kawan-kawanku di masa kecil bermain-main
menceburkan diri ke airnya
menimbulkan suara berdebum
gembira
berenang-renang

Jogading pada masa itu sebuah kegembiraan
Juga bagi para nelayan berangkat senja hari
Mengayuh sampan dengan dayungnya
menyeruak muaranya menuju ke laut lepas
ladang para nelayan desa Loloan
turun temurun sejak zaman nenekmoyang
Dan sepanjang malam mereka menangkapi ikan Lemuru
yang merapat ke sampan kecil mereka
karena daya tarik lampu petromak yang mereka pasang

Tapi sekarang Jogading sedang bersedih
Kesedihannya kesediahan para nelayan kecil
Airnya mengalir air mataku
Sejak dibangun pabrik ikan kaleng
kapal-kapal penangkap ikan
merajalela di pantai lepas
menangguk ikan untuk kepentingan produser pabrik bermodal internasional
Ladang ikan pun jadi miliknya
Desa Loloan jadi “desa tertinggal”
Itulah istilah resmi penghalus
Diberikan pemerintah negeriku

Desa Loloan bahkan tak berdaya menolak istilah penghalus itu
Apalagi menentang sistem ekonomi
penanaman modal asing
demi pertumbuhan ekonomi yang memihak kepada pemilik modal
tapi tak memihak kepada rakyat desaku Desa Loloan

Minggu, 25 April 2010


“…orang-orang Bugis/Makassar tersebut pertama kali memperkenalkan ajaran-ajaran agama Islam kepada masyarakat Jembrana yang beragama Hindu Bali. Seiring dengan waktu, maka semakin kuat persatuan di antara kedua belah pihak, muslim dan warga asli Bali yang beragama Hindu. Bahkan, tercatat, ada juga seorang anggota keluarga I Gusti Ngurah Pancoran yang memasuki agama Islam. Menyusul kemudian beberapa penduduk dan wanita….” (I Wayan Reken dalam “Sejarah Perkembangan Islam di Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana”, hal.5 tahun 1979).

Rumah-rumah pada perkampungan itu tak memiliki pura, seperti halnya kebanyakan rumah di Bali. Justru, rumah-rumah itu merupakan rumah panggung, ciri khas perumahan orang Melayu.

Kampung Loloan memang merupakan sebuah perkampungan Melayu, yang dihuni suku Melayu dan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar pergaulan keseharian—walaupun kampung itu berada di Bali.

Penduduk kampung itu merupakan keturunan para penyebar Islam permulaan di Bali. Unik memang, di Bali yang terkenal dengan Hindhu-nya justru dijumpai sekelompok masyarakat yang konsisten menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa sehari-hari.

Tak hanya itu, pakaian, bentuk rumah dan tata cara adat pun masih merujuk pada akar budaya Melayu. Jumlah penduduk Melayu muslim di Loloan—yang terdiri dari dua kecamatan: Loloan Timur dan Loloan Barat—saat ini sekitar 13.000 orang, dari sekitar 42.000 muslim yang tinggal di Kabupaten Jembrana.
Menurut H. Mustafa Al-Qadri, salah seorang sesepuh Melayu di kampung itu, orang Melayu di Loloan berasal dari beberapa daerah: Bugis, Kalimantan dan Terengganu. Namun yang terbesar berasal dari Bugis. Berdasarkan buku kecil “Sejarah Masuknya Islam di Bali II”, setelah Makassar jatuh ke tangan VOC pada tahun 1667, Belanda menjadikan keturunan Sultan Wajo sebagai lawan yang harus dibasmi. Di bawah tekanan Belanda, serombongan laskar Sultan Wajo, yang dipimpin Daeng Nahkoda melarikan diri dari tanah Sulawesi hingga akhirnya bermukim di suatu tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Bajo. Atas izin I Gusti Ngurah Pancoran yang berkuasa di Jembrana, pelabuhan tempat mereka berlabuh diberi nama Bandar Pancoran—kini bekas pelabuhan lama itu terletak di Loloan Barat.

Sejak kedatangan yang pertama itu, berdatanganlah orang-orang Bugis ke Jembrana dengan menggunakan perahu Pinisi dan perahu Lambo. Selain dari Bugis, dua ratus tahun kemudian, ada pula orang Melayu yang datang dari Pontianak seiring dengan kedatangan Syarif Abdullah bin Yahya Al-Qadry dari Pontianak pada abad ke-18 masehi. Dalam rombongan Syarif Abdullah Yahya al-Qadri itu terdapat seorang Melayu asal Terengganu bernama Ya’qub, yang kemudian menikah dengan penduduk Melayu tempatan.

Ya’qub inilah yang disebut-sebut dalam Prasasti Melayu yang disimpan di Masjid Al-Qadim, Loloan. Di pelataran masjid itu pula Ya’qub dimakamkan. Dalam prasasti tersebut tertulis: “Satu Dzulqa’dah 1268 H, hari Itsnin. Encik Ya’qub orang Terengganu mewaqafkan akan barang istrinya serta mewaqafkan dengan segala warisnya yaitu al-Qur’an dan sawah satu tebih (petak) di Mertosari. Perolehannya 40 siba’ (ikat) dalam Masjid Jembrana di Kampung Loloan ketika Pak Mahbubah menjadi penghulu dan Pak Mustika menjadi Perbekel. Saksi: Syarif Abdullah bin Yahya al-Qadri dan Khatib Abdul Hamid.” Menurut salah seorang takmir Masjid Al-Qadim, H. Fathurrahim, masjid itu dibangun pada tahun 1600-an masehi.

Selain catatan tersebut, juga dijumpai informasi sahih tentang ketibaan orang-orang Bugis di Bali di seputar tahun itu. Menurut informasi itu, disebutkan bahwa ulama-ulama dari negeri Kucing dan Serawak—sekarang di Malaysia Timur—juga berdatangan ke Loloan. Setelah mereka, kemudian datang berdakwah Syaykh Ahmad Bawazir dari Yaman. Mereka mengajar agama Islam kepada warga Loloan dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Melayu, sesuai dengan bahasa pengantar di Loloan pada masa itu. Hal inilah yang kemudian membuat bahasa Bugis lambat laun tersisih, hingga akhirnya hanya bahasa Melayu yang digunakan di Loloan.
Eksistensi budaya Melayu di Bali itu bertambah kuat dan bertambah kokoh setelah generasi-generasi muda Loloan mulai dikirim belajar hingga ke Mekkah. Bahkan, di antara mereka ada yang berkhidmat di Mekkah hingga 30 tahun, seperti H. Agus Salam, H. Muhammad Said dan H.M. Asad yang sempat mondok di sekitar Masjid al-Haram sebelum Wahabi masuk ke Arab. Sepulang dari jazirah Arab, mereka kemudian membangun pesantren-pesantren di Loloan.

Masyarakat Melayu Islam di Loloan pada masa itu sangat diterima oleh penguasa Bali—bahkan tidak berlebihan jika disebut “sangat akrab”. Hal itu tidak terlepas dari kesediaan para muslim warga Jembrana untuk ikut memperkuat armada kerajaan-kerajaan Hindu Bali di sana. Setiap kali ada serangan dari kerajaan lain, warga Jembrana dari kalangan muslim turut membantu. “Sebagai imbalannya, mereka diberikan hadiah tanah seluas 200 hektare sebagai pemukiman khas bagi orang Melayu,” jelas H. Ahmad Damanhuri, sesepuh Melayu Loloan. Saat itu pula, dibuat sebuah konvensi tak tertulis tentang penggunaan bahasa: bahasa Bali digunakan dari daerah Air Kuning ke arah timur; sedangkan bahasa Melayu digunakan mulai dari Jembrana hingga ke daerah Melaya. Walaupun demikian, dalam kenyataannya tak sekaku konvensi itu.

Kini, setelah 500 tahun berselang, ada juga unsur bahasa Bali yang terserap dalam kosakata Melayu yang dipergunakan oleh masyarakat Loloan. Oleh karena itu, tak salah jika mereka menyebut dirinya sebagai Melayu Bali. Seperti halnya, orang Melayu kebanyakan, Melayu Bali di Loloan juga gemar berpantun. Namun, sepertinya hanya generasi tua saja yang masih piawai melafazkannya.

Dari segi arsitektur bangunan, kesan Bugis juga sangat tampak dalam desain bangunan rumah-rumah asli masyarakat Melayu Loloan, terutama di daerah sekitar Masjid Al-Qadim. Juga, simbol keislaman seperti tulisan Allah dan Muhammad pada dinding rumah-rumah itu. Simbol inilah yang membuat Loloan tampak seperti bukan di Bali yang terkenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura itu